Annyeonghaseyo...
Tempat berbagi ketika dunia fana hanya menjadi "masa yang tertinggal"
AM I...???
Di sana, di tempat itu aku ingat
pertama kalinya Ayah mengajarkanku belajar menaiki sepeda. Ayah memegang sepeda
sampai aku benar-benar sanggup menahan keseimbangan sendiri. Selesai berlatih,
kami tertawa sambil meneguk sebotol air yang sudah dipersiapkan dari rumah.
Ayah selalu memberi tawa dalam hidupku. Ayah tidak pernah meninggalkanku dalam
menjalani hidup ini seorang diri. Ayah selalu ada di sampingku ketika aku
membutuhkan. Sehingga seolah aku selalu bisa merasakan kehadiran Ayah meskipun
kami berada di dua tempat yang berbeda. Bahkan untuk saat ini. Untuk saat-saat
yang merindukan ini, untuk saat-saat di mana aku ingin bisa memeluk Ayah, untuk
saat di mana aku ingin Ayah melebarkan senyumnya yang hangat, untuk saat.....
Perlahan, pipiku terasa hangat oleh aliran air mata yang tiba-tiba berderai.
Aku tidak sanggup menahannya. Bahkan jika sanggup pun, kenapa pula aku harus
menahannya? Rasa ini, kesedihan ini, kerinduan ini, tidak akan pernah ada satu
orang pun yang bisa mengerti.
“Kau!
Mau sampai kapan kau menghilang dari pengawasanku?”, sebuah suara yang mulai
kukenal, menegurku. Lagi! Karena ini memang bukan pertama kalinya aku
menghilang dari pandangannya. Berkali-kali ia menemukanku dan menegurku,
berkali-kali pula aku melontarkan alasan yang sama: kau tidak akan pernah
bisa merasakan kesakitan yang kurasa.
Lagi-lagi, aku mengabaikannya. Aku tidak peduli tentang kehadirannya yang
selalu bisa menemukanku. Aku tidak peduli dengan omelannya yang menjengkelkan
itu. Aku tidak peduli, aku tidak peduli. Aku hanya ingin bisa menemukan Ayah
sama halnya seperti makhluk cerewet, yang menganggap dirinya sebagai penjagaku,
yang selalu bisa mengetahui keberadaanku. Penjaga? Apa aku terlihat seperti
buronan penjahat? Menyebalkan!
“
Hei, kau..”, ia mulai setengah berteriak sambil menunjukan jari telunjuknya ke
arahku.
“
Bagaimana bisa...bagaimana kau selalu bisa menemukanku? Bisakah kau mengajariku
untuk bisa menemukan seseorang?”, aku mempercepat langkahku ke tempat dirinya
berdiri. Melihat gelagatku, ia malah mundur seolah menghindar.
“
Apa? Kau mau apa?”. Aku mendekatkan diriku padanya. Ia berkerut.
“
Kau... bagaimana kau bisa menemukanku?”, aku menggali keingintahuanku.
“
Tentu saja aku bisa! Aku, kan, sudah mengatakannya kepadamu. Aku ini adalah
penjagamu. Sampai pada batas waktu yang ditentukan, aku akan selalu bisa
menemukanmu. Kau mengerti sekarang?! Makanya kau jangan mencoba melarikan diri
dariku! Lengah sedikit saja kau langsung menghilang”.
“
Apa yang sebenarnya terjadi padaku?”, aku mulai penasaran.
“
Kau bertanya kepadaku?”. Bodoh! Ia malah mengajukan pertanyaan konyol di saat
aku benar-benar serius.
“
Apa kau melihat ada orang lain di sini? Tentu saja aku bertanya kepadamu!”,
ujarku jengkel. Ia memasang wajah innocent-nya
sambil matanya menelusuri tempat sekitar kami berdiri, tapi aku tidak tertarik.
Huh! Menyebalkan.
“
Aah...ternyata hanya ada kita berdua di sini. Kau bertanya apa tadi?”. Aku
memelototinya sambil menggigit bibirku kesal. “Aaaah...aku ingat. Tadi kau
bertanya apa yang sebenarnya terjadi padamu, kan?”. Aku mulai memasang wajah
antusias sambil mengangukkan kepala. Berharap ada sesuatu yang bisa menjelaskan
tentang apa yang aku alami. “Kau bertanya kepadaku? Mana aku tahu!! Itu
hidupmu! Aku hanya ditugaskan untuk menjagamu. Bukahkah seharusnya kau yang
lebih tahu tentang apa yang kau rasakan? Kau ini aneh sekali. Ayo, kita
pulang”. Jawaban yang menjengkelkan. Aku cemberut dan kemudian membalikkan
badan hendak pergi.
“
Hei, kau mau kemana? Ayolaah...aku sudah lelah mengikutimu seharian. Kenapa kau
tidak diam saja di ruanganmu? Kenapa kau selalu menyusahkan orang? Tidak bisakah
kau membantu meringankan tugas seseorang? Apa kau...”. Ia belum berhenti
mengomel, tetapi aku seperti mendengarkan suara lain layaknya kaset yang
terputar dalam memori otak Kata-kata itu seolah terngiang dalam pendengaranku..
‘Kenapa kau selalu membuat kami
kesusahan?’, ‘Apa yang kau inginkan?’, ‘Bisakah kau meringankan beban kami?’,
‘Apa salah kami?’. Tidak! Aku tidak tahan mengdengarnya! Apa yang
sebenarnya telah terjadi? Aku menjambak kuat rambutku karena ingin menghalau
suara-suara yang entah datang darimana.
“
Hei! Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja? Liat aku. Heii...”, ia
mengguncang-guncang tubuhku yang mulai lemas tak sanggup berdiri.
“
Hiks...hiks....”, yang terdengar dariku bukanlah jawaban bahwa aku baik-baik
saja, karena memang aku tidak sedang baik. Ia mulai panik menenangkan tangisku
yang kian berderai.
“
Hei....ayolaah....Berhenti menangis. Jika ada pengawas yang melihat, aku bisa
kena hukuman, kau tahu? Aku mohon berhentilah menangis”, ia masih panik
menenangkanku tetapi masih karena alasan egoisnya, takut ada pengawas yang
meihat. Namun bagaimanapun, aku seolah tak memiliki tenaga untuk merespon
apapun. Melihat aku yang begitu lemas, ia akhirnya menggendongku ke suatu
tempat.
***
“
Kau sudah lebih baik?”, ia membawakanku sesuatu. Selembar kertas yang kemudian
ia sodorkan kepadaku. Aku berusaha meraihnya disisa-sisa tenagaku.
“
Ini....”, aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku. Mataku mulai berkaca-kaca dan
menoleh ke arahnya.
“
Itu Ayahmu. Aku tidak bisa menjelaskannya kepadamu, tetapi...aku bisa membawamu
ke suatu tempat”. Aku mengkerutkan keningku. Ia menarik tanganku perlahan.
Beberapa langkah kami berjalan, aku mulai melihat suatu pemandangan yang tidak
asing bagiku. Sepertinya aku sangat mengenal tempat ini. Aku melihat ada
beberapa orang berlalu lalang di hadapanku. Mereka...menangis??.
“
Di mana ini? Apa yang sedang terjadi?”, aku menoleh kepadanya dengan tatapan
bingung. Ia tidak menjawab. Ia hanya mengarahkan jari telunjuknya pada satu
objek. Aku berusaha melihat apa yang ia tunjuk. Seketika, perasaanku hancur
lebur, remuk, sakit tak tertahankan hingga aku ingin mati. Mati? Mati? Apakah
aku...? Perlahan aku mendekati objek yang ia tunjuk. Ketika semakin dekat dan
sosok itu berbalik ke arahku, seketika itu juga aku ambruk ke lantai. Tak kuasa
menahan apa yang aku lihat.
“
Ayaahh....”, aku berusaha memanggilnya dalam tangis yang tertahan. Aku ingin
menggapainya. Tapi ia seakan tak melihat keberadaanku di hadapannya. Aku
menangis. Menangis sekuat tenaga, tetapi tidak ada yang bisa mendengarku.
Mereka tanpak acuh dengan keberadaanku. Kenapa mereka seolah takbisa melihatku?
DEG! Sesuatu terlintas dalam pikiranku. Perlahan...aku membalikkan wajah ke
arah sosok kaku yang terlihat sedang dalam posisi tidur. HAH? Aku terkejut!
Amat sangat terkejut! Mataku terbelalak dan mulutku ternganga lebar yang aku
tutup dengan tangan. Aku tak kuasa menyaksikan apa yang terjadi.
Tangisku
pecah lebih hebat lagi. Aku ingin bangun dari mimpi buruk ini. Aku mohon ada
seseorang yang membangunkanku!
“
Kau... apa kau baik-baik saja?”. Ia bertanya apa aku baik-baik saja? Apakah ia
pernah melihat orang baik-baik saja menangis begitu hebatnya? Adakah orang yang
terkulai lemas sedang dalam kondisi baik? Aku hanya menoleh tajam kepadanya.
Kenapa ia tidak memberitahuku sejak awal? Kenapa ia menyembunyikan ini dariku?
Kenapa ia membiarkanku merasakan sakit yang seolah tak akan kunjung sembuh ini?
Kenapa? Kenapa?
“
Aku tidak tahu kalau kau belum menyadarinya. Maafkan aku...”.
“
Kenapa? Kenapa ini bisa terjadi?”, aku masih belum bisa menerima semua ini.
Kemarahan, kekesalan, rasa sakit, aku ingin menumpahkan semuanya!
“
Itu...kalau kau bertanya seperti itu, aku benar-benar tidak bisa menjawabnya.
Hanya kau yang mengetahui bagaimana semua bisa berakhir seperti ini. Aku hanya
ditugaskan menjagamu sampai pada ba....”, belum selesai ia berbicara, aku
memotong perkataannya lantang.
“
Penjaga?! Kau sebut dirimu penjaga? Apa yang kau jaga? Kau tidak menjaga
apapun!! Kau membiarkanku merasakan sakit ini!”.
“
Haaaah...... Seharusnya aku tahu reaksinya akan seperti ini. Kau bukan orang
pertama yang memaki-maki aku atas apa yang menimpa kalian. Tapi,..ya sudahlah.
Aku minta maaf tidak mengingatkanmu sejak awal. Lain kali aku akan minta
dipindahtugaskan saja. Aku pikir menjaga kalian adalah tugas yang paling mudah.
Ternyata cukup sulit”, ia berbicara seakan tidak terjadi apa-apa padaku. Ia
berbicara begitu konyol. Tidak bisa melihat situasiku yang sedang tidak ingin
bercanda.
“
Kau benar-benar keterlaluan!! Apa kau tidak bisa melihat situasiku sekarang?”,
aku masih marah.
“
Tidak, aku melihatnya. Tapi apa yang kau lakukan sekarang juga tidak ada
gunanya. Itu tidak akan mengubah apapun. Kau tidak punya pilihan lain selain
menerima semua ini dan...”, ia menggantungkan perkataannya.
“
Dan?”. Ia terdiam. Ia tidak menatapku. Aku masih menunggu jawabannya.
“
Dan kembali ke tempat kau seharusnya berada...”, kali ini ia menatapku lembut
dan mengulurkan tangannya. Aku melihat tanggan itu. Perlahan...aku meraihnya
dan berdiri. “ Kau harus kembali tepat pada waktunya sebelum sesuatu terjadi.
Ayo...aku akan menunjukkan jalanmu”. Aku mengikutinya sambil terus mengingat
apa yang sebelumnya terjadi dan kenapa aku bisa seperti itu. Aku berusaha keras
mengingatnya. Serpihan-serpihan memori mulai terkumpul menjadi satu cerita yang
akhirnya aku pahami. Namun, tiba-tiba...
“
Helena!! Helenaa!!! Kau sudah sadar, Nak? Kau bisa mendengar Ayah?”, perlahan
aku membuka mataku karena yang terakhir aku lihat adalah cahaya yang begitu
menyilaukan. Sedikit demi sedikit cahaya yang lebih redup mulai terlihat. Lama
kelamaan aku bisa melihat sebuah langit-langit dinding dan ketika menoleh ke
samping, aku melihat Ayah! Ayah?
“
Ayah?”, aku begitu ragu mengucapkannya.
“
Iya, Nak! Ini Ayah! Ayah selalu ada di sampingmu. Ayah tidak pernah
meninggalkanmu. Kau bisa mengenali Ayah, bukan?”, raut Ayah begitu cemas. Aku
menoleh ke sisi lain dan mendapati beberapa anggota keluargaku sedang menatapku
penuh...cemas?
“Syukurlah.
Terima kasih, Tuhaaaann.... Helena,maafkan Ibu, Nak”, Ibu langsung memelukku
erat dan menangis tersedu-sedu. Pelukan itu, aku sangat merindukannya. Pelukan
yang tidak pernah lagi aku rasakan sejak 12 tahun yang lalu, kini mendekapku
begitu erat. Tapi, apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa aku merasakan
kebingungan yang begitu nyata?
“
Ayah, apa yang sebenarnya terjadi?”, aku memberanikan diriku untuk bertanya.
“
Kau...mengalami kecelakaan ketika berusaha pergi dari rumah setelah bertengkar
hebat dengan Ibumu, Nak. Selama hampir satu bulan kau koma. Kami begitu
mengkhawatirkanmu. Kami tidak pernah meninggalkanmu. Kami sangat menyayangimu,
Nak”, Ayah menggenggam tanganku kuat. Tangan yang dulu membantuku berdiri
ketika terjatuh, kini menggemgang erat meyakinkan.
“
Lalu, apa itu berarti aku masih hidup?”, aku menanyakan hal yang sangat ingin
aku dengar jawaban Ya.
“
Tentu saja! Kau masih hidup. Kami selalu mendoakan kesembuhanmu sehingga kau
bisa melewati masa kritismu”, Ibu meyakinkanku dengan raut cemasnya.
“
Lalu, apa yang terjadi sebelum ini? Kemana penjaga itu?”, aku ingin dapatkan
kejelasan yang lebih banyak.
“
Penjaga? Penjaga mana? Hanya ada kami yang menjagamu di sini. Orang-orang yang
menjengukmu sudah pulang”, Ibulagi-lagi menjawab pertanyaan kebingunganku.
“
Tadi aku...”, aku sendiri bingung dengan apa yang aku tanyakan.
“
Sudahlah, Nak.. Sekarang yang terpenting adalah kau sudah sadar dan melewati
masa kritismu. Beristirahatlah. Ayah akan memanggilkan dokter untuk memeriksamu.
Istirahatlah. Jangan terlalu banyak mempertanyakan hal-hal lain. Kami
sudahsangat bersyukur kau bisa sadar”, Ayah melepaskan genggamannya dan
berjalan ke luar ruangan. Kata-kata yang baru saja Ayah ucapkan memang ada
benarnya juga. Yang terpenting adalah aku mengetahui bahwa aku masih hidup.
Untuk saat ini aku tidak perlu mempertanyakan apapun yang dapat
membingungkanku. Yang pasti, apapun yang telah terjadi, aku harus bersyukur
kepada Tuhan. Setidaknya, setelah ini aku mempunyai kesempatan untuk melanjutkan
hidupku lebih baik lagi. Tuhan, apapun yang telah terjadi, terima kasih banyak
atas setiap rahmat-Mu.
-The
End-
21.18 | Label: My cReate... | 0 Comments
Analisis Jurnal III
POST
TRAUMATIC GROWTH PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA
Ade Fitri
Rahman dan Erlina Listianti Widuri
Apa yang terlintas
dalam pikiran Anda ketika membaca judul suatu jurnal di atas?
Kanker. Adakah yang
tidak tahu tentang kanker? Bagaimana seseorang dapat mengidap suatu penyakit
yang diketahui belum ditemukan obatnya sampai saat ini? Bagaimana dengan
perasaan mereka? Marah? Terkejut? Putus asa?..... L
Berbicara mengenai emosi yang
dirasakan penderita penyakit kanker, dalam psikologi perkembangan kita pernah
mempelajari tentang ‘terminal illness’. Bagaimana mereka
yang menderita penyakit ‘berbahaya’ pada akhirnya mampu meregulasi diri untuk
bisa menerima semua yang terjadi padanya.
Kenyataan yang membuktikan bahwa belum
diketemukan obatnya sampai saat ini, menjadikan kanker termasuk dalam salah
satu penyakit yang ‘berada di penghujung’. Jika melihat dinamika sesaat ketika
orang tersebut didiagnosa menderita kanker, pastilah tidak jauh berbeda dengan
teori yang sudah dijelaskan oleh Elizabeth Kubler-Ross bahwa ada 5 tahapan,
diantaranya:
1. Penyangkalan
(denial & isolation)à menolak
bahwa kematian benar-benar ada.
2. Kemarahan (anger) à Sadar bahwa
penolakan tidak dapat dipertahankan, kemudian memunculkan rasa marah, benci,
dan iri.
3. Meminta waktu tambahan (bargaining)
à seseorang mengembangkan harapan bahwa
kematian sewaktu-waktu dapat ditunda atau diundur.
4. Depresi (depression)
à orang yang sekarat akhirnya menerima
kematian, suatu periode depresi atau persiapan berduka mungkin muncul.
5. Penerimaan (acceptance) à Seseorang mulai mengembangkan rasa damai, menerima takdir, dan dalam beberapa hal ingin ditinggal
sendiri.
Dari kelima tahapan tersebut, jika
dikaitkan dengan judul dan hasil penelitian dengan menggunakan metode wawancara
dan observasi, isi pembahasan jurnal tersebut sepertinya menunjukan bahwa
subjek penelitian tengah berada dalam tahap kelima, yaitu penerimaan. Dengan
menggunakan desain kualitatif, kedua peneliti berusaha untuk bisa lebih
mendalami dan mengungkapkan gejala secara holistik. Menurut Moleong (2005), metode penelitian
kualitatif dalam paradigma fenomenologi berusaha mamahami arti (mencari makna)
dari peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang biasa dalam situasi
tertentu.
Lalu bagaimana data tersebut
terkumpul sedangkan kita mengetahui bahwa masalah terkait subjek tergolong
masalah yang sensitif dan pribadi?
Pertanyaan tersebut
terjawab dengan metode observasi dan wawancara sebagai alat pengumpul data.
Entah bagaimana cara peneliti mengobservasi (karena tidak terlalu jelas
ditunjukan dalam jurnalnya), yang pasti peneliti berusaha untuk mencatat data
non-verbal, seperti gerakan tubuh,
mimik muka, ekspresi wajah, dan intonasi suara selama sesi
wawancara. Dari proses tersebut kemudian diperoleh suatu hasil bahwa ternyata
mereka yang mengidap penyakit kanker payudara dan sudah melewati masa traumanya
memiliki suatu pandangan yang luar biasa (menurut pendapat saya pribadi).
Bagaimana tidak? Jika mereka ternyata pada akhirnya dapat membangun suatu pola
pikir yang lebih bijak dalam memahami arti kehidupan.
Secara teoritis, konsep pertumbuhan masa trauma
didefinisikan sebagai pengalaman perubahan positif yang signifikan timbul sebagai perjuangan dari
krisis kehidupan yang besar, antara lain:
ð Apresiasi peningkatan
hidup
ð Pengaturan hidup dengan
prioritas baru
ð Rasa kekuatan pribadi
meningkat
ð Spiritual berubah secara
meningkat ke arah positif. Spiritualitas dalam konteks ini
mengacu pada rasa bersyukur yang lebih besar kepada Sang Pencipta, peningkatan
rasa komitmen seseorang kepada tradisi keagamaan, atau pemahan yang lebih jelas
dari keyakinan agama seseorang.
Setidaknya
terdapat empat pertumbuhan pasca trauma (post traumatic growth) yang
signifikan timbul dari perjuangan mereka yang menjadi subjek penelitian untuk
jurnal tersebut, dalam menghadapi kanker payudara ini, antara lain: peningkatan
spiritualitas, positive improvement in life, proses sosial semakin
tinggi, dan relasi sosial semakin baik. Hal ini dikarenakan ketika didiagnosis
menderita penyakit yang mengancam hidupnya, individu sering memikirkan kembali
makna dan tujuan hidup mereka dan mempelajari kembali prioritas mereka.
Soo,....now we know...
Berusaha bagaimana caranya untuk bisa menghargai sebuah arti
kehidupan...sebelum pada akhirnya kita ‘terpaksa’ untuk bisa berpikir seperti
itu ketika sesuatu diluar keinginan terjadi.
Dan...selalu percaya satu hal:
Bahwa dalam kesulitan sekalipun, rahmat Allah SWT tetap menyertai kita...dan selalu ada hikmah yang terkandung di dalamnya...
Bahwa dalam kesulitan sekalipun, rahmat Allah SWT tetap menyertai kita...dan selalu ada hikmah yang terkandung di dalamnya...
Di balik kesulitan...akan
ada kemudahan...
Dan itulah yang
Tuhan janjikan bagi mereka yang senantiasa memegang teguh tali-Nya... J
21.15 | Label: Psikodiagnostik II: Observation... | 0 Comments
Analisis Jurnal: MITOS TENTANG KEHAMILAN
Tahukah
kalian bahwa ternyata ada begitu banyak mitos-mitos yang mengiringi selama masa
kehamilan???.....
Ternyata
larangan-larangan bagi wanita hamil cukup beragam, tidak hanya secara medis
tetapi juga terkait dengan mitos-mitos yang masih dipercaya pada masing-masing
budaya tertentu. Dari suatu jurnal yang ditulis oleh Cut Fauziah, disebutkan
bahwa ada beberapa hal yang menjadi mitos atau pantangan yang masih harus
diterapkan pada mereka yang sedang hamil. Dengan mengambil sampel penelitian
ibu-ibu hamil di Aceh dengan usia kandungan 3 bulan, jurnal yang berjudul MITOS
TENTANG KEHAMILAN tersebut mengungkapkan bahwa ternyata di Aceh masih ada
mitos-mitos bagi wanita hamil yang jika dilanggar dapat membawa pengaruh
negatif bagi janin yang dikandungnya. Diantara mitos-mitos tersebut yaitu:
ð Ibu hamil tidak boleh duduk di tangga
ð Tidak boleh memegang gunting
ð Jika suami pulang setelah bepergian dari suatu tempat, maka ia harus
singgah di suatu rumah ibadah sebelum bertemu dengan istrinya. Hal ini bertujuan
untuk mengusir roh atau makhluk-makhluk halus yang mungkin dapat mengambil
janin dari sang istri.
ð Tidak boleh keluar setelah maghrib.
ð dll...
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat sistematik,
di mana segala sesuatunya telah
dirancang dan dilaksanakan sesuai dengan norma dan struktur ilmiah. Namun sayangnya, jurnal tersebut tidak terlalu menunjukan bagaimana metode
observasi dilakukan. Di mana letak observasinya, perilaku apa yang mereka amati
terkait mitos yang masih melekat kuat tersebut, dan lain sebagainnya tidak
tampak diulas secara detail. Yang memungkinkan data dalam jurnal itu benar
hanya dengan data yang diperoleh melalui wawancara. Tetapi setidaknya,
penelitian terkait mitos tentang kehamilan yang masih dipercayai di Aceh tersebut
mewakili beberapa bahkan banyak daerah atau suku tertentu yang masih memiliki
sudut pandang yang sama dalam mempercayai suatu mitos terkait kehamilan.
Well,....we learn about something again....:)
Meski zaman sudah
berubah dengan kemajuan teknologi, tetapi kepercayaan tradisional yang dianggap
kuno, ternyata masih dianut dan melekat kuat sugestinya pada banyak orang yang
masih memegang teguh atas apa yang pernah ia percayai zaman dahulu.
21.14 | Label: Psikodiagnostik II: Observation... | 1 Comments
Annyeong haseyo.....
Korea wave lagi booming-booming’a di seantero tanah air nii...yang dibicarain pasti gak jauh-jauh seputar aktor-aktris’a yang super duper “GOOD LOOKING”, film/ dRama korea yang hampir menghiasi layar televisi kita dengan alur cerita yang “SANGAT MENARIK”, musik yang “EASY LISTENING”, termasuk bahasanya yang unik...!!!!!
Jangan cuma manggut2 gak tau artinya,,tapi coba kita belajar bareng-bareng yuukk......
...let’s check it out...
Korea wave lagi booming-booming’a di seantero tanah air nii...yang dibicarain pasti gak jauh-jauh seputar aktor-aktris’a yang super duper “GOOD LOOKING”, film/ dRama korea yang hampir menghiasi layar televisi kita dengan alur cerita yang “SANGAT MENARIK”, musik yang “EASY LISTENING”, termasuk bahasanya yang unik...!!!!!
Jangan cuma manggut2 gak tau artinya,,tapi coba kita belajar bareng-bareng yuukk......
...let’s check it out...
Penulisan bahasa Korea dinamakan Hangeul. Hangeul diciptakan oleh Raja Sejong (1397-1450) dari
Dinasti Joseon. Hangeul terdiri dari 10 huruf vokal dan 14 konsonan yang bisa
dikombinasikan menjadi banyak sekali huruf-huruf dalam bahasa Korea. Hangeul
sangat mudah dibaca dan dipelajari.
Untuk lebih mudahnya,,kita belajar langsung
menggunakan bahasa korea dalam kalimat percakapan sederhana yuuuk....
>> Annyeong
haseyo
Selamat
Pagi/ Siang/ Malam/ Apa kabar
>> Annyeonghi
gaseyo
Selamat
jalan
>> Annyeonghi
gyeseyo
Selamat
tinggal
>> Annyeonghi
jumuseyo
Selamat
tidur
>>Gwaenchanseumnida/
Gwaenchanayo
Tidak
apa-apa/ Baik-baik saja
>> Josimhaseyo
Hati-hati
>> Joesonghamnida/ Mianhaeyo
Saya minta maaf
>> Gamsahamnida/ Gomawoyo/Gomapseumnida
Terima kasih
>> Algesseumnida
Saya mengerti
>> Moreugesseumnida
Saya tidak
mengerti
>> Amugeotto
eopseoyo
Tidak
ada apa-apa
>> Amudo eopseoyo
Tidak
ada siapa-siapa
>> Jeongmal?
Sungguh?
>> Saenggil
ckukahamnida
Selamat
ulang tahun
>> Eonjeyo?
Kapan?
>> Eodiyeyo?
Di
mana?
>>Waeyo?
Kenapa?
>> Mwo?
Apa?
Naaah,.....speak-speak dikit sekarang bisa lah y....Atau mungkin ada yang udah
langsung jago??wuuiiiiihh.....
rajin-rajin aja di praktekin...lama-lama juga bisa.
remember :
rajin-rajin aja di praktekin...lama-lama juga bisa.
remember :
“...Practice makes
perfect...”
Annyeong.....(bye-bye..)
20.26 | Label: KoreaNn | 0 Comments
Langganan:
Postingan (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
Translate
Permata Puthrie

Hallo...Saya Putri, pemilik akun blog yang sedang kalian baca ini... :) Terimakasih y sudah berkunjung dan membaca hasil dari buah pikiran yang tersirat dari tiap goresan katanya ^_^
Archive Label
- Catatanku (4)
- KoreaNn (2)
- Love Music... :) (4)
- My cReate... (3)
- Permata's Photograph (2)
- Psikodiagnostik II: Observation... (5)
- Suara Cerita (1)
- Trilovus...Selover (1)
Blog Archive
Popular Posts
-
“PENGARUH VISUAL STORYTELLING KOMIK ASING PADA KOMIK INDONESIA TERBITAN PT. ELEX MEDIA KOMPUTINDO TAHUN 2004-2008” Yohan Alexander, ...