Annyeonghaseyo...

Tempat berbagi ketika dunia fana hanya menjadi "masa yang tertinggal"


AM I...???

            Di sana, di tempat itu aku ingat pertama kalinya Ayah mengajarkanku belajar menaiki sepeda. Ayah memegang sepeda sampai aku benar-benar sanggup menahan keseimbangan sendiri. Selesai berlatih, kami tertawa sambil meneguk sebotol air yang sudah dipersiapkan dari rumah. Ayah selalu memberi tawa dalam hidupku. Ayah tidak pernah meninggalkanku dalam menjalani hidup ini seorang diri. Ayah selalu ada di sampingku ketika aku membutuhkan. Sehingga seolah aku selalu bisa merasakan kehadiran Ayah meskipun kami berada di dua tempat yang berbeda. Bahkan untuk saat ini. Untuk saat-saat yang merindukan ini, untuk saat-saat di mana aku ingin bisa memeluk Ayah, untuk saat di mana aku ingin Ayah melebarkan senyumnya yang hangat, untuk saat..... Perlahan, pipiku terasa hangat oleh aliran air mata yang tiba-tiba berderai. Aku tidak sanggup menahannya. Bahkan jika sanggup pun, kenapa pula aku harus menahannya? Rasa ini, kesedihan ini, kerinduan ini, tidak akan pernah ada satu orang pun yang bisa mengerti.
“Kau! Mau sampai kapan kau menghilang dari pengawasanku?”, sebuah suara yang mulai kukenal, menegurku. Lagi! Karena ini memang bukan pertama kalinya aku menghilang dari pandangannya. Berkali-kali ia menemukanku dan menegurku, berkali-kali pula aku melontarkan alasan yang sama: kau tidak akan pernah bisa  merasakan kesakitan yang kurasa. Lagi-lagi, aku mengabaikannya. Aku tidak peduli tentang kehadirannya yang selalu bisa menemukanku. Aku tidak peduli dengan omelannya yang menjengkelkan itu. Aku tidak peduli, aku tidak peduli. Aku hanya ingin bisa menemukan Ayah sama halnya seperti makhluk cerewet, yang menganggap dirinya sebagai penjagaku, yang selalu bisa mengetahui keberadaanku. Penjaga? Apa aku terlihat seperti buronan penjahat? Menyebalkan!
“ Hei, kau..”, ia mulai setengah berteriak sambil menunjukan jari telunjuknya ke arahku.
“ Bagaimana bisa...bagaimana kau selalu bisa menemukanku? Bisakah kau mengajariku untuk bisa menemukan seseorang?”, aku mempercepat langkahku ke tempat dirinya berdiri. Melihat gelagatku, ia malah mundur seolah menghindar.
“ Apa? Kau mau apa?”. Aku mendekatkan diriku padanya. Ia berkerut.
“ Kau... bagaimana kau bisa menemukanku?”, aku menggali keingintahuanku.
“ Tentu saja aku bisa! Aku, kan, sudah mengatakannya kepadamu. Aku ini adalah penjagamu. Sampai pada batas waktu yang ditentukan, aku akan selalu bisa menemukanmu. Kau mengerti sekarang?! Makanya kau jangan mencoba melarikan diri dariku! Lengah sedikit saja kau langsung menghilang”.
“ Apa yang sebenarnya terjadi padaku?”, aku mulai penasaran.
“ Kau bertanya kepadaku?”. Bodoh! Ia malah mengajukan pertanyaan konyol di saat aku benar-benar serius.
“ Apa kau melihat ada orang lain di sini? Tentu saja aku bertanya kepadamu!”, ujarku jengkel. Ia memasang wajah innocent-nya sambil matanya menelusuri tempat sekitar kami berdiri, tapi aku tidak tertarik. Huh! Menyebalkan.
“ Aah...ternyata hanya ada kita berdua di sini. Kau bertanya apa tadi?”. Aku memelototinya sambil menggigit bibirku kesal. “Aaaah...aku ingat. Tadi kau bertanya apa yang sebenarnya terjadi padamu, kan?”. Aku mulai memasang wajah antusias sambil mengangukkan kepala. Berharap ada sesuatu yang bisa menjelaskan tentang apa yang aku alami. “Kau bertanya kepadaku? Mana aku tahu!! Itu hidupmu! Aku hanya ditugaskan untuk menjagamu. Bukahkah seharusnya kau yang lebih tahu tentang apa yang kau rasakan? Kau ini aneh sekali. Ayo, kita pulang”. Jawaban yang menjengkelkan. Aku cemberut dan kemudian membalikkan badan hendak pergi.
“ Hei, kau mau kemana? Ayolaah...aku sudah lelah mengikutimu seharian. Kenapa kau tidak diam saja di ruanganmu? Kenapa kau selalu menyusahkan orang? Tidak bisakah kau membantu meringankan tugas seseorang? Apa kau...”. Ia belum berhenti mengomel, tetapi aku seperti mendengarkan suara lain layaknya kaset yang terputar dalam memori otak Kata-kata itu seolah terngiang dalam pendengaranku.. ‘Kenapa kau selalu membuat kami kesusahan?’, ‘Apa yang kau inginkan?’, ‘Bisakah kau meringankan beban kami?’, ‘Apa salah kami?’. Tidak! Aku tidak tahan mengdengarnya! Apa yang sebenarnya telah terjadi? Aku menjambak kuat rambutku karena ingin menghalau suara-suara yang entah datang darimana.
“ Hei! Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja? Liat aku. Heii...”, ia mengguncang-guncang tubuhku yang mulai lemas tak sanggup berdiri.
“ Hiks...hiks....”, yang terdengar dariku bukanlah jawaban bahwa aku baik-baik saja, karena memang aku tidak sedang baik. Ia mulai panik menenangkan tangisku yang kian berderai.
“ Hei....ayolaah....Berhenti menangis. Jika ada pengawas yang melihat, aku bisa kena hukuman, kau tahu? Aku mohon berhentilah menangis”, ia masih panik menenangkanku tetapi masih karena alasan egoisnya, takut ada pengawas yang meihat. Namun bagaimanapun, aku seolah tak memiliki tenaga untuk merespon apapun. Melihat aku yang begitu lemas, ia akhirnya menggendongku ke suatu tempat.
***
“ Kau sudah lebih baik?”, ia membawakanku sesuatu. Selembar kertas yang kemudian ia sodorkan kepadaku. Aku berusaha meraihnya disisa-sisa tenagaku.
“ Ini....”, aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku. Mataku mulai berkaca-kaca dan menoleh ke arahnya.
“ Itu Ayahmu. Aku tidak bisa menjelaskannya kepadamu, tetapi...aku bisa membawamu ke suatu tempat”. Aku mengkerutkan keningku. Ia menarik tanganku perlahan. Beberapa langkah kami berjalan, aku mulai melihat suatu pemandangan yang tidak asing bagiku. Sepertinya aku sangat mengenal tempat ini. Aku melihat ada beberapa orang berlalu lalang di hadapanku. Mereka...menangis??.
“ Di mana ini? Apa yang sedang terjadi?”, aku menoleh kepadanya dengan tatapan bingung. Ia tidak menjawab. Ia hanya mengarahkan jari telunjuknya pada satu objek. Aku berusaha melihat apa yang ia tunjuk. Seketika, perasaanku hancur lebur, remuk, sakit tak tertahankan hingga aku ingin mati. Mati? Mati? Apakah aku...? Perlahan aku mendekati objek yang ia tunjuk. Ketika semakin dekat dan sosok itu berbalik ke arahku, seketika itu juga aku ambruk ke lantai. Tak kuasa menahan apa yang aku lihat.
“ Ayaahh....”, aku berusaha memanggilnya dalam tangis yang tertahan. Aku ingin menggapainya. Tapi ia seakan tak melihat keberadaanku di hadapannya. Aku menangis. Menangis sekuat tenaga, tetapi tidak ada yang bisa mendengarku. Mereka tanpak acuh dengan keberadaanku. Kenapa mereka seolah takbisa melihatku? DEG! Sesuatu terlintas dalam pikiranku. Perlahan...aku membalikkan wajah ke arah sosok kaku yang terlihat sedang dalam posisi tidur. HAH? Aku terkejut! Amat sangat terkejut! Mataku terbelalak dan mulutku ternganga lebar yang aku tutup dengan tangan. Aku tak kuasa menyaksikan apa yang terjadi.
Tangisku pecah lebih hebat lagi. Aku ingin bangun dari mimpi buruk ini. Aku mohon ada seseorang yang membangunkanku!
“ Kau... apa kau baik-baik saja?”. Ia bertanya apa aku baik-baik saja? Apakah ia pernah melihat orang baik-baik saja menangis begitu hebatnya? Adakah orang yang terkulai lemas sedang dalam kondisi baik? Aku hanya menoleh tajam kepadanya. Kenapa ia tidak memberitahuku sejak awal? Kenapa ia menyembunyikan ini dariku? Kenapa ia membiarkanku merasakan sakit yang seolah tak akan kunjung sembuh ini? Kenapa? Kenapa?
“ Aku tidak tahu kalau kau belum menyadarinya. Maafkan aku...”.
“ Kenapa? Kenapa ini bisa terjadi?”, aku masih belum bisa menerima semua ini. Kemarahan, kekesalan, rasa sakit, aku ingin menumpahkan semuanya!
“ Itu...kalau kau bertanya seperti itu, aku benar-benar tidak bisa menjawabnya. Hanya kau yang mengetahui bagaimana semua bisa berakhir seperti ini. Aku hanya ditugaskan menjagamu sampai pada ba....”, belum selesai ia berbicara, aku memotong perkataannya lantang.
“ Penjaga?! Kau sebut dirimu penjaga? Apa yang kau jaga? Kau tidak menjaga apapun!! Kau membiarkanku merasakan sakit ini!”.
“ Haaaah...... Seharusnya aku tahu reaksinya akan seperti ini. Kau bukan orang pertama yang memaki-maki aku atas apa yang menimpa kalian. Tapi,..ya sudahlah. Aku minta maaf tidak mengingatkanmu sejak awal. Lain kali aku akan minta dipindahtugaskan saja. Aku pikir menjaga kalian adalah tugas yang paling mudah. Ternyata cukup sulit”, ia berbicara seakan tidak terjadi apa-apa padaku. Ia berbicara begitu konyol. Tidak bisa melihat situasiku yang sedang tidak ingin bercanda.
“ Kau benar-benar keterlaluan!! Apa kau tidak bisa melihat situasiku sekarang?”, aku masih marah.
“ Tidak, aku melihatnya. Tapi apa yang kau lakukan sekarang juga tidak ada gunanya. Itu tidak akan mengubah apapun. Kau tidak punya pilihan lain selain menerima semua ini dan...”, ia menggantungkan perkataannya.
“ Dan?”. Ia terdiam. Ia tidak menatapku. Aku masih menunggu jawabannya.
“ Dan kembali ke tempat kau seharusnya berada...”, kali ini ia menatapku lembut dan mengulurkan tangannya. Aku melihat tanggan itu. Perlahan...aku meraihnya dan berdiri. “ Kau harus kembali tepat pada waktunya sebelum sesuatu terjadi. Ayo...aku akan menunjukkan jalanmu”. Aku mengikutinya sambil terus mengingat apa yang sebelumnya terjadi dan kenapa aku bisa seperti itu. Aku berusaha keras mengingatnya. Serpihan-serpihan memori mulai terkumpul menjadi satu cerita yang akhirnya aku pahami. Namun, tiba-tiba...
“ Helena!! Helenaa!!! Kau sudah sadar, Nak? Kau bisa mendengar Ayah?”, perlahan aku membuka mataku karena yang terakhir aku lihat adalah cahaya yang begitu menyilaukan. Sedikit demi sedikit cahaya yang lebih redup mulai terlihat. Lama kelamaan aku bisa melihat sebuah langit-langit dinding dan ketika menoleh ke samping, aku melihat Ayah! Ayah?
“ Ayah?”, aku begitu ragu mengucapkannya.
“ Iya, Nak! Ini Ayah! Ayah selalu ada di sampingmu. Ayah tidak pernah meninggalkanmu. Kau bisa mengenali Ayah, bukan?”, raut Ayah begitu cemas. Aku menoleh ke sisi lain dan mendapati beberapa anggota keluargaku sedang menatapku penuh...cemas?
“Syukurlah. Terima kasih, Tuhaaaann.... Helena,maafkan Ibu, Nak”, Ibu langsung memelukku erat dan menangis tersedu-sedu. Pelukan itu, aku sangat merindukannya. Pelukan yang tidak pernah lagi aku rasakan sejak 12 tahun yang lalu, kini mendekapku begitu erat. Tapi, apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa aku merasakan kebingungan yang begitu nyata?
“ Ayah, apa yang sebenarnya terjadi?”, aku memberanikan diriku untuk bertanya.
“ Kau...mengalami kecelakaan ketika berusaha pergi dari rumah setelah bertengkar hebat dengan Ibumu, Nak. Selama hampir satu bulan kau koma. Kami begitu mengkhawatirkanmu. Kami tidak pernah meninggalkanmu. Kami sangat menyayangimu, Nak”, Ayah menggenggam tanganku kuat. Tangan yang dulu membantuku berdiri ketika terjatuh, kini menggemgang erat meyakinkan.
“ Lalu, apa itu berarti aku masih hidup?”, aku menanyakan hal yang sangat ingin aku dengar jawaban Ya.
“ Tentu saja! Kau masih hidup. Kami selalu mendoakan kesembuhanmu sehingga kau bisa melewati masa kritismu”, Ibu meyakinkanku dengan raut cemasnya.
“ Lalu, apa yang terjadi sebelum ini? Kemana penjaga itu?”, aku ingin dapatkan kejelasan yang lebih banyak.
“ Penjaga? Penjaga mana? Hanya ada kami yang menjagamu di sini. Orang-orang yang menjengukmu sudah pulang”, Ibulagi-lagi menjawab pertanyaan kebingunganku.
“ Tadi aku...”, aku sendiri bingung dengan apa yang aku tanyakan.
“ Sudahlah, Nak.. Sekarang yang terpenting adalah kau sudah sadar dan melewati masa kritismu. Beristirahatlah. Ayah akan memanggilkan dokter untuk memeriksamu. Istirahatlah. Jangan terlalu banyak mempertanyakan hal-hal lain. Kami sudahsangat bersyukur kau bisa sadar”, Ayah melepaskan genggamannya dan berjalan ke luar ruangan. Kata-kata yang baru saja Ayah ucapkan memang ada benarnya juga. Yang terpenting adalah aku mengetahui bahwa aku masih hidup. Untuk saat ini aku tidak perlu mempertanyakan apapun yang dapat membingungkanku. Yang pasti, apapun yang telah terjadi, aku harus bersyukur kepada Tuhan. Setidaknya, setelah ini aku mempunyai kesempatan untuk melanjutkan hidupku lebih baik lagi. Tuhan, apapun yang telah terjadi, terima kasih banyak atas setiap rahmat-Mu.

-The End-




Analisis Jurnal III


POST TRAUMATIC GROWTH PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA
Ade Fitri Rahman dan Erlina Listianti Widuri

Apa yang terlintas dalam pikiran Anda ketika membaca judul suatu jurnal di atas?
Kanker. Adakah yang tidak tahu tentang kanker? Bagaimana seseorang dapat mengidap suatu penyakit yang diketahui belum ditemukan obatnya sampai saat ini? Bagaimana dengan perasaan mereka? Marah? Terkejut? Putus asa?..... L
           
            Berbicara mengenai emosi yang dirasakan penderita penyakit kanker, dalam psikologi perkembangan kita pernah mempelajari tentang ‘terminal illness’. Bagaimana mereka yang menderita penyakit ‘berbahaya’ pada akhirnya mampu meregulasi diri untuk bisa menerima semua yang terjadi padanya.
            Kenyataan yang membuktikan bahwa belum diketemukan obatnya sampai saat ini, menjadikan kanker termasuk dalam salah satu penyakit yang ‘berada di penghujung’. Jika melihat dinamika sesaat ketika orang tersebut didiagnosa menderita kanker, pastilah tidak jauh berbeda dengan teori yang sudah dijelaskan oleh Elizabeth Kubler-Ross bahwa ada 5 tahapan, diantaranya:
1. Penyangkalan (denial & isolation)à menolak bahwa kematian benar-benar ada.
2. Kemarahan (anger) à Sadar bahwa penolakan tidak dapat dipertahankan, kemudian memunculkan rasa marah, benci, dan iri.
3. Meminta waktu tambahan (bargaining) à seseorang mengembangkan harapan bahwa kematian sewaktu-waktu dapat ditunda atau diundur.
4. Depresi (depression) à orang yang sekarat akhirnya menerima kematian, suatu periode depresi atau persiapan berduka mungkin muncul.
5. Penerimaan (acceptance) à Seseorang mulai mengembangkan rasa damai, menerima takdir,  dan dalam beberapa hal ingin ditinggal sendiri.

            Dari kelima tahapan tersebut, jika dikaitkan dengan judul dan hasil penelitian dengan menggunakan metode wawancara dan observasi, isi pembahasan jurnal tersebut sepertinya menunjukan bahwa subjek penelitian tengah berada dalam tahap kelima, yaitu penerimaan. Dengan menggunakan desain kualitatif, kedua peneliti berusaha untuk bisa lebih mendalami dan mengungkapkan gejala secara holistik. Menurut Moleong (2005), metode penelitian kualitatif dalam paradigma fenomenologi berusaha mamahami arti (mencari makna) dari peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu.
            Lalu bagaimana data tersebut terkumpul sedangkan kita mengetahui bahwa masalah terkait subjek tergolong masalah yang sensitif dan pribadi?
Pertanyaan tersebut terjawab dengan metode observasi dan wawancara sebagai alat pengumpul data. Entah bagaimana cara peneliti mengobservasi (karena tidak terlalu jelas ditunjukan dalam jurnalnya), yang pasti peneliti berusaha untuk mencatat data non-verbal, seperti gerakan tubuh, mimik muka, ekspresi wajah, dan intonasi suara selama sesi wawancara. Dari proses tersebut kemudian diperoleh suatu hasil bahwa ternyata mereka yang mengidap penyakit kanker payudara dan sudah melewati masa traumanya memiliki suatu pandangan yang luar biasa (menurut pendapat saya pribadi). Bagaimana tidak? Jika mereka ternyata pada akhirnya dapat membangun suatu pola pikir yang lebih bijak dalam memahami arti kehidupan.
Secara teoritis, konsep pertumbuhan masa trauma didefinisikan sebagai pengalaman perubahan positif yang signifikan timbul sebagai perjuangan dari krisis kehidupan yang besar, antara lain:
ð  Apresiasi peningkatan hidup
ð  Pengaturan hidup dengan prioritas baru
ð  Rasa kekuatan pribadi meningkat
ð  Spiritual berubah secara meningkat ke arah positif. Spiritualitas dalam konteks ini mengacu pada rasa bersyukur yang lebih besar kepada Sang Pencipta, peningkatan rasa komitmen seseorang kepada tradisi keagamaan, atau pemahan yang lebih jelas dari keyakinan agama seseorang.
Setidaknya terdapat empat pertumbuhan pasca trauma (post traumatic growth) yang signifikan timbul dari perjuangan mereka yang menjadi subjek penelitian untuk jurnal tersebut, dalam menghadapi kanker payudara ini, antara lain: peningkatan spiritualitas, positive improvement in life, proses sosial semakin tinggi, dan relasi sosial semakin baik. Hal ini dikarenakan ketika didiagnosis menderita penyakit yang mengancam hidupnya, individu sering memikirkan kembali makna dan tujuan hidup mereka dan mempelajari kembali prioritas mereka.
Soo,....now we know...
Berusaha bagaimana caranya untuk bisa menghargai sebuah arti kehidupan...sebelum pada akhirnya kita ‘terpaksa’ untuk bisa berpikir seperti itu ketika sesuatu diluar keinginan terjadi.
Dan...selalu percaya satu hal:
Bahwa dalam kesulitan sekalipun, rahmat Allah SWT tetap menyertai kita...dan selalu ada hikmah yang terkandung di dalamnya...
Di balik kesulitan...akan ada kemudahan...
Dan itulah yang Tuhan janjikan bagi mereka yang senantiasa memegang teguh tali-Nya... J

Analisis Jurnal: MITOS TENTANG KEHAMILAN



Tahukah kalian bahwa ternyata ada begitu banyak mitos-mitos yang mengiringi selama masa kehamilan???.....

Ternyata larangan-larangan bagi wanita hamil cukup beragam, tidak hanya secara medis tetapi juga terkait dengan mitos-mitos yang masih dipercaya pada masing-masing budaya tertentu. Dari suatu jurnal yang ditulis oleh Cut Fauziah, disebutkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi mitos atau pantangan yang masih harus diterapkan pada mereka yang sedang hamil. Dengan mengambil sampel penelitian ibu-ibu hamil di Aceh dengan usia kandungan 3 bulan, jurnal yang berjudul MITOS TENTANG KEHAMILAN tersebut mengungkapkan bahwa ternyata di Aceh masih ada mitos-mitos bagi wanita hamil yang jika dilanggar dapat membawa pengaruh negatif bagi janin yang dikandungnya. Diantara mitos-mitos tersebut yaitu:
ð Ibu hamil tidak boleh duduk di tangga
ð Tidak boleh memegang gunting
ð Jika suami pulang setelah bepergian dari suatu tempat, maka ia harus singgah di suatu rumah ibadah sebelum bertemu dengan istrinya. Hal ini bertujuan untuk mengusir roh atau makhluk-makhluk halus yang mungkin dapat mengambil janin dari sang istri.
ð Tidak boleh keluar setelah maghrib.
ð dll...
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat sistematik, di mana segala sesuatunya telah dirancang dan dilaksanakan sesuai dengan norma dan struktur ilmiah. Namun sayangnya, jurnal tersebut tidak terlalu menunjukan bagaimana metode observasi dilakukan. Di mana letak observasinya, perilaku apa yang mereka amati terkait mitos yang masih melekat kuat tersebut, dan lain sebagainnya tidak tampak diulas secara detail. Yang memungkinkan data dalam jurnal itu benar hanya dengan data yang diperoleh melalui wawancara. Tetapi setidaknya, penelitian terkait mitos tentang kehamilan yang masih dipercayai di Aceh tersebut mewakili beberapa bahkan banyak daerah atau suku tertentu yang masih memiliki sudut pandang yang sama dalam mempercayai suatu mitos terkait kehamilan.

Well,....we learn about something again....:)
Meski zaman sudah berubah dengan kemajuan teknologi, tetapi kepercayaan tradisional yang dianggap kuno, ternyata masih dianut dan melekat kuat sugestinya pada banyak orang yang masih memegang teguh atas apa yang pernah ia percayai zaman dahulu.





Annyeong haseyo.....

Korea wave lagi booming-booming’a di seantero tanah air nii...yang dibicarain pasti gak jauh-jauh seputar aktor-aktris’a yang super duper “GOOD LOOKING”, film/ dRama korea yang hampir menghiasi layar televisi kita dengan alur cerita yang “SANGAT MENARIK”, musik yang “EASY LISTENING”, termasuk bahasanya yang unik...!!!!!
Jangan cuma manggut2 gak tau artinya,,tapi coba kita belajar bareng-bareng yuukk......
...let’s check it out...

Penulisan bahasa Korea dinamakan Hangeul. Hangeul diciptakan oleh Raja Sejong (1397-1450) dari Dinasti Joseon. Hangeul terdiri dari 10 huruf vokal dan 14 konsonan yang bisa dikombinasikan menjadi banyak sekali huruf-huruf dalam bahasa Korea. Hangeul sangat mudah dibaca dan dipelajari. 


 


Untuk lebih mudahnya,,kita belajar langsung menggunakan bahasa korea dalam kalimat percakapan sederhana yuuuk....



>> Annyeong haseyo
Selamat Pagi/ Siang/ Malam/ Apa kabar
>> Annyeonghi gaseyo
Selamat jalan
>> Annyeonghi gyeseyo
Selamat tinggal
>> Annyeonghi jumuseyo
Selamat tidur



>>Gwaenchanseumnida/ Gwaenchanayo
Tidak apa-apa/ Baik-baik saja
>> Josimhaseyo
Hati-hati
>> Joesonghamnida/ Mianhaeyo
Saya minta maaf
>> Gamsahamnida/ Gomawoyo/Gomapseumnida
Terima kasih
>> Algesseumnida
Saya mengerti
>> Moreugesseumnida
Saya tidak mengerti


>> Amugeotto eopseoyo
Tidak ada apa-apa
>> Amudo eopseoyo
Tidak ada siapa-siapa
>> Jeongmal?
Sungguh?
>> Saenggil ckukahamnida
Selamat ulang tahun
>> Eonjeyo?
Kapan?
>> Eodiyeyo?
Di mana?
>>Waeyo?
Kenapa?
>> Mwo?
Apa?



Naaah,.....speak-speak dikit sekarang  bisa lah y....Atau mungkin ada yang udah langsung jago??wuuiiiiihh.....
rajin-rajin aja di praktekin...lama-lama juga bisa.
remember :


 “...Practice makes perfect...”
Annyeong.....(bye-bye..)

Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Permata Puthrie

Permata Puthrie
Hallo...Saya Putri, pemilik akun blog yang sedang kalian baca ini... :) Terimakasih y sudah berkunjung dan membaca hasil dari buah pikiran yang tersirat dari tiap goresan katanya ^_^

Popular Posts

People whom follow me