Annyeonghaseyo...
Tempat berbagi ketika dunia fana hanya menjadi "masa yang tertinggal"
AM I...???
Di sana, di tempat itu aku ingat
pertama kalinya Ayah mengajarkanku belajar menaiki sepeda. Ayah memegang sepeda
sampai aku benar-benar sanggup menahan keseimbangan sendiri. Selesai berlatih,
kami tertawa sambil meneguk sebotol air yang sudah dipersiapkan dari rumah.
Ayah selalu memberi tawa dalam hidupku. Ayah tidak pernah meninggalkanku dalam
menjalani hidup ini seorang diri. Ayah selalu ada di sampingku ketika aku
membutuhkan. Sehingga seolah aku selalu bisa merasakan kehadiran Ayah meskipun
kami berada di dua tempat yang berbeda. Bahkan untuk saat ini. Untuk saat-saat
yang merindukan ini, untuk saat-saat di mana aku ingin bisa memeluk Ayah, untuk
saat di mana aku ingin Ayah melebarkan senyumnya yang hangat, untuk saat.....
Perlahan, pipiku terasa hangat oleh aliran air mata yang tiba-tiba berderai.
Aku tidak sanggup menahannya. Bahkan jika sanggup pun, kenapa pula aku harus
menahannya? Rasa ini, kesedihan ini, kerinduan ini, tidak akan pernah ada satu
orang pun yang bisa mengerti.
“Kau!
Mau sampai kapan kau menghilang dari pengawasanku?”, sebuah suara yang mulai
kukenal, menegurku. Lagi! Karena ini memang bukan pertama kalinya aku
menghilang dari pandangannya. Berkali-kali ia menemukanku dan menegurku,
berkali-kali pula aku melontarkan alasan yang sama: kau tidak akan pernah
bisa merasakan kesakitan yang kurasa.
Lagi-lagi, aku mengabaikannya. Aku tidak peduli tentang kehadirannya yang
selalu bisa menemukanku. Aku tidak peduli dengan omelannya yang menjengkelkan
itu. Aku tidak peduli, aku tidak peduli. Aku hanya ingin bisa menemukan Ayah
sama halnya seperti makhluk cerewet, yang menganggap dirinya sebagai penjagaku,
yang selalu bisa mengetahui keberadaanku. Penjaga? Apa aku terlihat seperti
buronan penjahat? Menyebalkan!
“
Hei, kau..”, ia mulai setengah berteriak sambil menunjukan jari telunjuknya ke
arahku.
“
Bagaimana bisa...bagaimana kau selalu bisa menemukanku? Bisakah kau mengajariku
untuk bisa menemukan seseorang?”, aku mempercepat langkahku ke tempat dirinya
berdiri. Melihat gelagatku, ia malah mundur seolah menghindar.
“
Apa? Kau mau apa?”. Aku mendekatkan diriku padanya. Ia berkerut.
“
Kau... bagaimana kau bisa menemukanku?”, aku menggali keingintahuanku.
“
Tentu saja aku bisa! Aku, kan, sudah mengatakannya kepadamu. Aku ini adalah
penjagamu. Sampai pada batas waktu yang ditentukan, aku akan selalu bisa
menemukanmu. Kau mengerti sekarang?! Makanya kau jangan mencoba melarikan diri
dariku! Lengah sedikit saja kau langsung menghilang”.
“
Apa yang sebenarnya terjadi padaku?”, aku mulai penasaran.
“
Kau bertanya kepadaku?”. Bodoh! Ia malah mengajukan pertanyaan konyol di saat
aku benar-benar serius.
“
Apa kau melihat ada orang lain di sini? Tentu saja aku bertanya kepadamu!”,
ujarku jengkel. Ia memasang wajah innocent-nya
sambil matanya menelusuri tempat sekitar kami berdiri, tapi aku tidak tertarik.
Huh! Menyebalkan.
“
Aah...ternyata hanya ada kita berdua di sini. Kau bertanya apa tadi?”. Aku
memelototinya sambil menggigit bibirku kesal. “Aaaah...aku ingat. Tadi kau
bertanya apa yang sebenarnya terjadi padamu, kan?”. Aku mulai memasang wajah
antusias sambil mengangukkan kepala. Berharap ada sesuatu yang bisa menjelaskan
tentang apa yang aku alami. “Kau bertanya kepadaku? Mana aku tahu!! Itu
hidupmu! Aku hanya ditugaskan untuk menjagamu. Bukahkah seharusnya kau yang
lebih tahu tentang apa yang kau rasakan? Kau ini aneh sekali. Ayo, kita
pulang”. Jawaban yang menjengkelkan. Aku cemberut dan kemudian membalikkan
badan hendak pergi.
“
Hei, kau mau kemana? Ayolaah...aku sudah lelah mengikutimu seharian. Kenapa kau
tidak diam saja di ruanganmu? Kenapa kau selalu menyusahkan orang? Tidak bisakah
kau membantu meringankan tugas seseorang? Apa kau...”. Ia belum berhenti
mengomel, tetapi aku seperti mendengarkan suara lain layaknya kaset yang
terputar dalam memori otak Kata-kata itu seolah terngiang dalam pendengaranku..
‘Kenapa kau selalu membuat kami
kesusahan?’, ‘Apa yang kau inginkan?’, ‘Bisakah kau meringankan beban kami?’,
‘Apa salah kami?’. Tidak! Aku tidak tahan mengdengarnya! Apa yang
sebenarnya telah terjadi? Aku menjambak kuat rambutku karena ingin menghalau
suara-suara yang entah datang darimana.
“
Hei! Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja? Liat aku. Heii...”, ia
mengguncang-guncang tubuhku yang mulai lemas tak sanggup berdiri.
“
Hiks...hiks....”, yang terdengar dariku bukanlah jawaban bahwa aku baik-baik
saja, karena memang aku tidak sedang baik. Ia mulai panik menenangkan tangisku
yang kian berderai.
“
Hei....ayolaah....Berhenti menangis. Jika ada pengawas yang melihat, aku bisa
kena hukuman, kau tahu? Aku mohon berhentilah menangis”, ia masih panik
menenangkanku tetapi masih karena alasan egoisnya, takut ada pengawas yang
meihat. Namun bagaimanapun, aku seolah tak memiliki tenaga untuk merespon
apapun. Melihat aku yang begitu lemas, ia akhirnya menggendongku ke suatu
tempat.
***
“
Kau sudah lebih baik?”, ia membawakanku sesuatu. Selembar kertas yang kemudian
ia sodorkan kepadaku. Aku berusaha meraihnya disisa-sisa tenagaku.
“
Ini....”, aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku. Mataku mulai berkaca-kaca dan
menoleh ke arahnya.
“
Itu Ayahmu. Aku tidak bisa menjelaskannya kepadamu, tetapi...aku bisa membawamu
ke suatu tempat”. Aku mengkerutkan keningku. Ia menarik tanganku perlahan.
Beberapa langkah kami berjalan, aku mulai melihat suatu pemandangan yang tidak
asing bagiku. Sepertinya aku sangat mengenal tempat ini. Aku melihat ada
beberapa orang berlalu lalang di hadapanku. Mereka...menangis??.
“
Di mana ini? Apa yang sedang terjadi?”, aku menoleh kepadanya dengan tatapan
bingung. Ia tidak menjawab. Ia hanya mengarahkan jari telunjuknya pada satu
objek. Aku berusaha melihat apa yang ia tunjuk. Seketika, perasaanku hancur
lebur, remuk, sakit tak tertahankan hingga aku ingin mati. Mati? Mati? Apakah
aku...? Perlahan aku mendekati objek yang ia tunjuk. Ketika semakin dekat dan
sosok itu berbalik ke arahku, seketika itu juga aku ambruk ke lantai. Tak kuasa
menahan apa yang aku lihat.
“
Ayaahh....”, aku berusaha memanggilnya dalam tangis yang tertahan. Aku ingin
menggapainya. Tapi ia seakan tak melihat keberadaanku di hadapannya. Aku
menangis. Menangis sekuat tenaga, tetapi tidak ada yang bisa mendengarku.
Mereka tanpak acuh dengan keberadaanku. Kenapa mereka seolah takbisa melihatku?
DEG! Sesuatu terlintas dalam pikiranku. Perlahan...aku membalikkan wajah ke
arah sosok kaku yang terlihat sedang dalam posisi tidur. HAH? Aku terkejut!
Amat sangat terkejut! Mataku terbelalak dan mulutku ternganga lebar yang aku
tutup dengan tangan. Aku tak kuasa menyaksikan apa yang terjadi.
Tangisku
pecah lebih hebat lagi. Aku ingin bangun dari mimpi buruk ini. Aku mohon ada
seseorang yang membangunkanku!
“
Kau... apa kau baik-baik saja?”. Ia bertanya apa aku baik-baik saja? Apakah ia
pernah melihat orang baik-baik saja menangis begitu hebatnya? Adakah orang yang
terkulai lemas sedang dalam kondisi baik? Aku hanya menoleh tajam kepadanya.
Kenapa ia tidak memberitahuku sejak awal? Kenapa ia menyembunyikan ini dariku?
Kenapa ia membiarkanku merasakan sakit yang seolah tak akan kunjung sembuh ini?
Kenapa? Kenapa?
“
Aku tidak tahu kalau kau belum menyadarinya. Maafkan aku...”.
“
Kenapa? Kenapa ini bisa terjadi?”, aku masih belum bisa menerima semua ini.
Kemarahan, kekesalan, rasa sakit, aku ingin menumpahkan semuanya!
“
Itu...kalau kau bertanya seperti itu, aku benar-benar tidak bisa menjawabnya.
Hanya kau yang mengetahui bagaimana semua bisa berakhir seperti ini. Aku hanya
ditugaskan menjagamu sampai pada ba....”, belum selesai ia berbicara, aku
memotong perkataannya lantang.
“
Penjaga?! Kau sebut dirimu penjaga? Apa yang kau jaga? Kau tidak menjaga
apapun!! Kau membiarkanku merasakan sakit ini!”.
“
Haaaah...... Seharusnya aku tahu reaksinya akan seperti ini. Kau bukan orang
pertama yang memaki-maki aku atas apa yang menimpa kalian. Tapi,..ya sudahlah.
Aku minta maaf tidak mengingatkanmu sejak awal. Lain kali aku akan minta
dipindahtugaskan saja. Aku pikir menjaga kalian adalah tugas yang paling mudah.
Ternyata cukup sulit”, ia berbicara seakan tidak terjadi apa-apa padaku. Ia
berbicara begitu konyol. Tidak bisa melihat situasiku yang sedang tidak ingin
bercanda.
“
Kau benar-benar keterlaluan!! Apa kau tidak bisa melihat situasiku sekarang?”,
aku masih marah.
“
Tidak, aku melihatnya. Tapi apa yang kau lakukan sekarang juga tidak ada
gunanya. Itu tidak akan mengubah apapun. Kau tidak punya pilihan lain selain
menerima semua ini dan...”, ia menggantungkan perkataannya.
“
Dan?”. Ia terdiam. Ia tidak menatapku. Aku masih menunggu jawabannya.
“
Dan kembali ke tempat kau seharusnya berada...”, kali ini ia menatapku lembut
dan mengulurkan tangannya. Aku melihat tanggan itu. Perlahan...aku meraihnya
dan berdiri. “ Kau harus kembali tepat pada waktunya sebelum sesuatu terjadi.
Ayo...aku akan menunjukkan jalanmu”. Aku mengikutinya sambil terus mengingat
apa yang sebelumnya terjadi dan kenapa aku bisa seperti itu. Aku berusaha keras
mengingatnya. Serpihan-serpihan memori mulai terkumpul menjadi satu cerita yang
akhirnya aku pahami. Namun, tiba-tiba...
“
Helena!! Helenaa!!! Kau sudah sadar, Nak? Kau bisa mendengar Ayah?”, perlahan
aku membuka mataku karena yang terakhir aku lihat adalah cahaya yang begitu
menyilaukan. Sedikit demi sedikit cahaya yang lebih redup mulai terlihat. Lama
kelamaan aku bisa melihat sebuah langit-langit dinding dan ketika menoleh ke
samping, aku melihat Ayah! Ayah?
“
Ayah?”, aku begitu ragu mengucapkannya.
“
Iya, Nak! Ini Ayah! Ayah selalu ada di sampingmu. Ayah tidak pernah
meninggalkanmu. Kau bisa mengenali Ayah, bukan?”, raut Ayah begitu cemas. Aku
menoleh ke sisi lain dan mendapati beberapa anggota keluargaku sedang menatapku
penuh...cemas?
“Syukurlah.
Terima kasih, Tuhaaaann.... Helena,maafkan Ibu, Nak”, Ibu langsung memelukku
erat dan menangis tersedu-sedu. Pelukan itu, aku sangat merindukannya. Pelukan
yang tidak pernah lagi aku rasakan sejak 12 tahun yang lalu, kini mendekapku
begitu erat. Tapi, apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa aku merasakan
kebingungan yang begitu nyata?
“
Ayah, apa yang sebenarnya terjadi?”, aku memberanikan diriku untuk bertanya.
“
Kau...mengalami kecelakaan ketika berusaha pergi dari rumah setelah bertengkar
hebat dengan Ibumu, Nak. Selama hampir satu bulan kau koma. Kami begitu
mengkhawatirkanmu. Kami tidak pernah meninggalkanmu. Kami sangat menyayangimu,
Nak”, Ayah menggenggam tanganku kuat. Tangan yang dulu membantuku berdiri
ketika terjatuh, kini menggemgang erat meyakinkan.
“
Lalu, apa itu berarti aku masih hidup?”, aku menanyakan hal yang sangat ingin
aku dengar jawaban Ya.
“
Tentu saja! Kau masih hidup. Kami selalu mendoakan kesembuhanmu sehingga kau
bisa melewati masa kritismu”, Ibu meyakinkanku dengan raut cemasnya.
“
Lalu, apa yang terjadi sebelum ini? Kemana penjaga itu?”, aku ingin dapatkan
kejelasan yang lebih banyak.
“
Penjaga? Penjaga mana? Hanya ada kami yang menjagamu di sini. Orang-orang yang
menjengukmu sudah pulang”, Ibulagi-lagi menjawab pertanyaan kebingunganku.
“
Tadi aku...”, aku sendiri bingung dengan apa yang aku tanyakan.
“
Sudahlah, Nak.. Sekarang yang terpenting adalah kau sudah sadar dan melewati
masa kritismu. Beristirahatlah. Ayah akan memanggilkan dokter untuk memeriksamu.
Istirahatlah. Jangan terlalu banyak mempertanyakan hal-hal lain. Kami
sudahsangat bersyukur kau bisa sadar”, Ayah melepaskan genggamannya dan
berjalan ke luar ruangan. Kata-kata yang baru saja Ayah ucapkan memang ada
benarnya juga. Yang terpenting adalah aku mengetahui bahwa aku masih hidup.
Untuk saat ini aku tidak perlu mempertanyakan apapun yang dapat
membingungkanku. Yang pasti, apapun yang telah terjadi, aku harus bersyukur
kepada Tuhan. Setidaknya, setelah ini aku mempunyai kesempatan untuk melanjutkan
hidupku lebih baik lagi. Tuhan, apapun yang telah terjadi, terima kasih banyak
atas setiap rahmat-Mu.
-The
End-
21.18
|
Label:
My cReate...
|
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
Translate
Permata Puthrie

Hallo...Saya Putri, pemilik akun blog yang sedang kalian baca ini... :) Terimakasih y sudah berkunjung dan membaca hasil dari buah pikiran yang tersirat dari tiap goresan katanya ^_^
Archive Label
- Catatanku (4)
- KoreaNn (2)
- Love Music... :) (4)
- My cReate... (3)
- Permata's Photograph (2)
- Psikodiagnostik II: Observation... (5)
- Suara Cerita (1)
- Trilovus...Selover (1)
Blog Archive
Popular Posts
-
“PENGARUH VISUAL STORYTELLING KOMIK ASING PADA KOMIK INDONESIA TERBITAN PT. ELEX MEDIA KOMPUTINDO TAHUN 2004-2008” Yohan Alexander, ...
0 komentar:
Posting Komentar